Dewa Penolong!!

Siapa yang tak bungah , sesuatu datang tanpa terduga?

Seorang gadis bernama Junita dan umurnya dua belas tahun. Hobi dia nonton TV dan gonta-ganti saluran. Tapi itu dulu.

Sejak masuk SMP , Junita sadar hal itu buruk. Dia berubah menjadi anak rajin dengan tak banyak cakap dan bisa dibilang aktif di sekolahnya. Namun , banyak temannya yang berpendapat bahwa ia sosok anak sombong dan egois.

Hari semakin cerah , matahari mulai menyengat wajah. Saatnya pulang sekolah. Junita dan teman karibnya , Dian , segera bergegas pulang dengan bus sekolah yang sudah biasa mereka tumpangi. Dengan muka ceria , mereka melompat turun dari bus dan menyusuri Oak Street.

“Mau main sepeda?,” tanya Dian
“Oke , tapi aku mesti bikin PR dulu ,” sahut Junita

Dian geleng-geleng kepala. Setahunya hanya Junita anak kelas tujuh yang selalu membuat PR begitu tiba dirumah. Dian menjatuhkan ranselnya di pekarangan depan dan menyeberang jalan.

“Apa tidak bisa nanti saja bikin PR-nya?,” tanyanya

Junita menendang sebuah kerikil ke trotoar.

“Tidak bisa!! Bunda bisa marah ,” gerutu Junita

Dian mendesah dan menyibakan poninya yang menutupi mata.

“Kalau begitu , bilang saja kamu sudah bikin PR di sekolah. Bundamu kan masih lama pulangnya. Dia tidak akan tahu kamu sudah bikin PR atau belum ,” nasihatnya

Junita menggigit bibir bawahnya.

“Gimana ya?”,katanya pelan
“Soalnya ada si …..” lanjut Junita sambil menunjuk ke rumahnya
“Siapa?Janu?”,Tanya Dian sambil menyeringai.
“Tak usah dipikirkam deh! Kakakmu itu kan emang nyebelin.” Lanjut Dian

Junita menoleh cemas kea rah rumahnya.

“Sshht…nanti dia denger lho”,kata Junita

Dian melipat tangan di depan dada.

“Memangnya kenapa? Semuanya uadh tau dia menyebalkan.”tanyanya keras
“Aduh , Dian. Pelan-pelan , bisa-bisa dia menonjokmu,” kata Junita

Dian menggeleng lagi. “Kenapa sih Junita takut sekali pada kakaknya? Janu memang sudah tujuh belas tahun , besar dan kuat. Tapi lalu kenapa?,”protesnya dalam hati

“Lupakan saja dia , Oke? Ayo , Kita main sepeda!,”ajak Dian

Mereka naik sepeda keliling kompleks , lalu berhenti di rumah Junita untuk bermain basket. Junita terus menatap cemas ke jendela kamar kakanya di atas.

“Mudah-mudahan hari ini dia tidak mengganggu kita ,” kata Junita
“Sejak Bunda menyuruhnya mengawasiku sesudah sekolah , dia semakin bertingkah,”seru Junita

“Luapakan saja deh dia!” kata Dian
“Ayo ,pamerkan tembakanmu yang hebat itu!” lanjut Dian

Junita men-dribble bola dan baru handak melemparkan ke keranjang ketika si pengacau muncul dari seberang jalan , sambil main lompat tali. Si pengacau itu adalah Soni , teman Junita sewaktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Karena kedatangannya , Junita dan Dian segera masuk rumah lewat pintu belakang untuk menghindari serangangan Janu. Dengan langkah pelan , mereka mendadak terdengar suara marah dari jendela di atas mereka.

“Hei anak konyol!” seru Janu

Junita dan Dian menengadah ke jendela atas. Janu muncul dari jendela.

“Junita? Kau sudah bikin PR belum? Sebaiknya kau selesaikan , atau kau ku adukan pada Bunda?” seru Janu

Dengan takut Junita memutar-mutar bola matanya.

“cuekin aja,” bisik Dian
Junita segera lari ke kamarnya.
“kau memang payah , Jun.” kata Janu
Junita cemas memikirkan nasibnya.
“Aduh , tidak usah cemas begitu,” sahut Dian tak sabar
“Dia tidak akan membahas lagi. Dia sedang nonton TV di bawah. Ayo kita keluar lagi!” lanjutnya

Sambil berjingak-jingat mereka turun diam-diam , melewati Janu yang sedang nonton TV. Mereka menuruni undak-undak depan dan menuju pekarang.
“JUNITA!!!” Dari beranda terdengar suara marah
Junita dan Dian berputar kaget
“Itu Janu!” Junita bersentak ngeri.

Janu menghampiri mereka dengan cepat sambil melotot marah pada Junita.

“Kamu mau ngapain di sini? Cepat pulang dan ngerjakan PR” seru Janu
“Aku udah ngerrain kak” jawabnya singkat
“Udah gak usah bohong.” Lanjut kakaknya
“Tapi ………….” Jawabnya
“Ah terserah. Itu kebutuhanmu. Aku gak nanggung semua ini!” potong Janu

Junita memikirkan hal itu. Betul apa yang dikatakan kakaknya. Ia segera masuk dan meninggalkan Dian sendirian di pekarangan. Tanpa pamitan dengan Dian , ia lari penuh penyesalan.
Keesokan harinya , ia sambut cerah matahari dengan senyumannya yang kembali merekah. Dia telah siap menghadapi Ulangan Harian dari Guru Favoritnya , Pak Cahyo. “Wah aku harus siap! Aku pasti bisa.” Serunya dalam hati. Tapi setiap insan pasti merasa deg-degan akan kedatangan dengan kata Ulangan. Sebelum Guru membacakan soalnya , pikiran Junita kemana-mana. “Soalnya susah gak ya?aku bias gak ya? Duh , aku takut nilaiku jelek nih.. mana ini sama Pak Cahyo!” pikirnya gelisah.
Dalam benak pikirnya tiba-tiba ia seperti linglung entah memikirkan apa. Setelah soal selesai dibacakan , Pak Cahyo membacakan syarat lulusnya dalam ulangan ini.

“Dalam ulangan ini , pertama , kalian diharapkan tidak menggunakan tipex ataupun sejenisnya. Apabila masih ragu , kalian bisa menggunakan penghapus. Kedua , kalian tidak boleh saling toleh menoleh. Ketiga , siapkan peralatan masing-masing. Jangan sampai ketahuan jika meminjam alat tulis temannya. Ini dulu syarat dari saya , silahkan kalian kerjakan sebisa mungkin! Gunakan waktu dengna baik. Selamat mengerjakan!” , ceramah Pak Cahyo
“Oke Pak , siap!!” semua murid serentak menjawab
“Astaga,aku gak bawa penghapus. Aku takut kalau aku salah banyak namun aku tidak bawa penghapus.” , pikir Junita dalam hati
“Wah , untung tadi aku nurut sama mama. Makasih Ma.” , benak Mario senang
Waktu tidak dipergunakan oleh Junita dengan baik. Seraya teman-temannya mengerjakan , dia masih bengong gelisah denga hasil nilainya, Dia memandang ke arah lantai. Nah , dia melihat penghapus mungil. “Apakah masih bisa aku gunakan penghapus semut ini?

Tapi apa boleh buat , inilah jalan satu-satunya aku bisa mengerjakan. Namun? Bagaimana mengambilnya?” , seru Junita
Lambat laun , ide Junita muncul. Ia menjatuhkan pensilnya guna mengambil penghapus mungilnya. Tapi berpikir kedua kalinya , Junita menjatuhkan dan mengambilnya.
“Apa yang sedang kamu lakukan , Jun? Jangan berusaha mencontek!” , seru Pak Cahyo
“Saya ….. eh ….” Junita terbata-bata
“ Saya tahu kamu sedang apa” , kata Pak Cahyo curiga
“Tidak pak , saya hanya ingin mengambil pensil. Itu saja.” Jawabnya tegas
“Yasudah , kamu lanjutkan!”


Junita selesai tepat di akhir jam pelajaran dan ia lega dengan ulangannya. Ia berharap nilainya bagus. Ia sangat bersenang karena penghapus mungil bias menenangkannya dalam mengerjakan. Dan ia berjanji bahwa , “saya tidak boleh menggantungkan kepada orang lain karena pada suatu saat kita yang akan mendapat imbasnya.”


-.-


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 komentar: